18 Mei 2013

Theophylline

Malam ini aku tidak bisa tidur lagi, padahal sudah ku coba untuk memejamkan mata. Hal yang paling menyebalkan adalah saat meminun obat beberapa waktu lalu, adalah efeknya baru terasa beberapa saat kemudian. Aku penderita ashma. Tidak begitu parah sekarang ini. Mungkin setelah dewasa paru-paruku bertambah lebar atau membesar. Aku tidak terlalu peduli. Yang paling penting aku masih bisa bernafas dengan lega. Tapi penyakit ini sungguh menjengkelkan. Masih meninggalkan bekas, suara erangan seperti kucing setiap kali ku hirup udara. Kadang membuatku malu. Bagaimana tidak, kadang semua orang menganggapku patut dikasihani. Dengan berat hati ku jelaskan saja pada mereka, bahwa penyakit ini sudah sembuh, tapi bekasnya masih ada. Waktu kecil ayah memberi obat pereda, yang terdiri dari beberapa macam. Sekitar 7 jenis termasuk vitamin c. Waktu itu aku belum mengerti dan ku ikuti saja anjuran orang tua. Efeknya hebat. Setelah minum obat itu, aku merasa gelisah dan berdebar luar biasa. Obat itu menjadi penenang setiap sakitku kambuh. Jujur saja, walaupun aku penderita ashma, aku sama sekali belum pernah menggunakan obat inhale atau obat hisap. Hanya menggunakan obat telan. Ibu memberi semacam terapi dengan menggunakan parutan jahe yang diberi air hangat, kemudian ditambah dengan air soda. Ibu menyuruhku minum setiap aku merasa ada gejala. Setiap aku sadar bahwa aku akan sakit, aku langsung memberitahu ibu. Dan beliau langsung menyiapkan ramuan itu, dan memintaku untuk segera meminumnya. Saat menginjak bangku smp, aku merasa penyakit ini sudah mereda. Dulu saat kumat, aku kesulitan sekali bernafas. Tapi sudah jauh mereda, aku hanya merasa batuk sesekali. Dan berlanjut sampai sekarang. Aku sendiri juga tidak tahu pasti apa ramuan ibu yang menyembuhkanku. Entahlah, aku saat ini berumur 20 tahun dan merasa cukup dewasa untuk menyikapi sesuatu. Aku mulai googling tentang kandungan obat yang membuatku gelisah dan berdebar selama bertahun-tahun. Hal yang menjengkelkan dari dunia farmasi adalah mereka selalu menggunakam istilah medis untuk menjelaskan sesuatu. Tak terkecuali pada obat-obatan generik. Sering disebutkan obat ini mengandung FxxxxxS, tidak cocok untuk penderita ZxxxxxP. Tidak semua orang mengerti istilah kedokteran. Dan aku dapatkan dari pencarian, obat yang aku minum mengandung Theopylin dan istilah medis lainya yang tidak aku mengerti. Aku cari tahu tentang theopylin, yang merupakan suatu zat yang menimbulkan efek gelisah, jantung berdebar, pusing dan mual. Langsung strike, menemukan jawaban yang aku cari. Dan disitu tertera keterangan "Sebagai campuran obat penderita radang paru-paru atau sistem pernafasan. Obat yang paling baik dan dianjurkan saat ini."

Sahabat

Sepertinya berharga sekali kalimat itu. Memang bukan sekedar omong kosong. Sahabat bisa lebih berarti daripada saudara kandung sendiri. Tapi sepertinya sudah lama aku tidak menggunakan itu untuk merujuk ke sesorang. Dan yang bisa ku lakukan hanyalah melihat sahabat lama dari social media. Beberapa orang mungkin berubah seiring perkembangan waktu. Sering sekali aku menyadari hal itu. Apalagi jika orang itu merupakan seseorang yang dekat denganku, seolah paham bahwa si A yang sekarang tidaklah sama dengan si A yang aku temui 1 tahun yang lalu. Yang dulunya low profile sekarang sombong, atau sebaliknya. Rasanya ingin sekali bisa muncul dihadapanya dan menegurnya. Tapi itu mustahil bisa melakukan hal seperti itu. Sebenarnya bisa saja ku tegur meski lewat pesan atau chat. Tapi mengingat lamanya aku tidak bersua dengan dirinya, sepertinya aneh jika tiba-tiba aku datang dan menegurnya begitu saja. Sebenarnya, sahabat yang baik adalah sahabat mau menegur dan mengoreksi. Karena tanpanya, aku mungkin tidak bisa mengoreksi diri. Lebih mudah untuk mengetahui kekurangan orang lain daripada kesalahan diri sendiri. Tapi di sisi lain, aku juga menyadari bahwa disana masih ada beberapa sahabat yang tidak berubah. Rasanya ingin sekali ku putar waktu dan menikmati waktu bertemu dengan mereka. Bertindak konyol, tertawa lepas, bermain bersamsa.

9 Mei 2013

The Godfather dan pertemuan pertama dengan Andrea Bocelli

Beberapa hari ini aku tidak sengaja mendengarkan musik 'aneh'. Bermula ketika aku bernostalgia melihat film lamanya Marlon Brando, yaitu The Godfather. Aku pertama kali melihat film ini pada saat aku duduk di bangku smp. The Godfather merupakan film 'berat' pertama yang bisa aku pahami. Berat karena tidak menyajikan hiburan yang bersifat aksi atau komedi, melainkan drama dengan storyline yang kompleks. Mungkin film seperti The Godfather atau sejenisnya lebih layak untuk penonton yang sudah dewasa. Tapi tidak tahu juga kenapa aku bisa menikmati film tersebut di umur 14 tahun. Dan sampai sekarang penilaianku masih belum berubah, film itu tetap bagus untuk dilihat. Film tentang mafia masih asing buatku saat itu. Dan karena film itu pula, aku juga tidak sengaja mengenal istilah seperti mobster, mafioso, don, atau sicillia (saat itu aku belum mengerti kalau sicillia itu sebenarnya merupakan nama suatu pulau di Itali).




Sesuatu yang menarik disuatu film adalah bagian Theme Song atau Soundtrack. Aku termasuk seseorang yang suka mendengarkan lagu tema atau soundtrack sebuah film. Salah satu lagu tema yang luar biasa adalah dari film The Lords Of The Rings. Dan aku pun mulai searching dan mendownload lagu tema dari The Godfather. Hal itu yang membuatku 'terpaksa' mendengarkan lagu 'aneh'. Setelah selesai download beberapa lagu tema, ada lagu yang bukan bagian dari soundtrack, tapi ditandai sebagai album dari soundtrack. Lagu tersebut berjudul 'Con Te Partiro' yang dinyanyikan oleh Andrea Bocelli , penyanyi tenor asal Italia. Lagu yang sangat asing di telingaku, mengingat aku yang terbiasa mendengarkan musik left-stream (aliran kiri) seperti metal dan punk. Lagi pula lagu sekelas Con Te Partiro, mungkin tidak cocok dengan pemuda seumuranku. Tapi setelah beberapa kali mendengarkan lagu tersebut, entah kenapa, aku mulai bisa menikmatinya. Ingat sebuah proverb inggris "good song always good to hear" memang mungkin benar. Dari sana aku mulai tertarik googling. Pertama mulai menelusuri tentang Andrea Bocelli. Hal yang menarik adalah di pencarian google teratas, tidak ada satupun blog atau halaman berbahasa Indonesia di pencarian teratas yang membahas tentang penyanyi tersebut, padahal saya sudah mengganti ke advance search untuk pencarian ke halaman yang berbahasa Indonesia saja. Yang ada hanya halaman yang menampilkan lirik dari lagu-lagu Andrea Bocelli. Jelas sekali kalau Andrea Bocelli kurang populer di kalangan netter tanah air. Kemudian aku beralih ke pencarian utama berbahasa inggris (ya iyalah, tidak ada sesuatu yang bisa aku dapatkan dalam bahasa Indonesia). Saya akhirnya menemukan beberapa hal yang menarik. Andrea Bocelli adalah ternyata seorang tuna netra, akibat kecelakaan di umur 15 tahun saat bermai sepak bola. Tapi dia seorang yang gigih, mulai saat itu dia berlatih vokal secara serius dibawah bimbingan gurunya yang bernama Luciano Bettarini. Tetapi kebutaan tidak menghalangi Bocelli untuk untuk meraih gelar doktor ilmu hukum dan bahkan sempat berpraktik sebagai pengacara. Dan dengan motivasi dari ibunya, dia meraih gelar doktor ilmu hukum di University Of Pisa dengan mempelajari dokumen berhuruf Braile. Tapi yang ironis, dia populer di dunia mulai sekitar tahun 1997 saat duet dengan Sarah Brightman dengan single "Time to Say Goodbye" yang sebenarnya merupakan lagu "Con Te Partiro" yang dinyanyikan dalam bahasa inggris.

                                    




3 Mei 2013

Pak Gareng Penjual Dawet Ayu

         Jakarta yang terik,panas menyengat tubuh Pak Gareng. Penjual es dawet ayu asal Jawa Tengah itu berpeluh keringat dan membuat kaos buntungnya nampak basah. Meski begitu tidak nampak di wajahnya rasa lelah,tapi dari sorot matanya menyiratkan semangat untuk hidup.

"Pak Gareng,es dawetnya!"

Pria berumur 56 tahun itu menoleh,tampak beberapa anak yang berlari ke arahnya. Dia tersenyum kecil,segera dia meletakkan angkring dawet yang dipinggulnya selama berjalan. Serta merta dia melayani para pembeli kecilnya.
"Aduh uang saya ketinggalan," kata seorang anak dari kerumunan tersebut. Tampaknya ia kecewa tidak bisa membeli dawet ayu seperti temannya yang lain.
"Nak,ini saya kasih gratis," ujar Pak Gareng
"Tapi mama bilang jika membeli itu harus bayar" kata anak itu polos.
"Tak apa, ini ambil saja, pasti kamu juga merasa haus setelah bermain bersama teman-temanmu" kata Pak Gareng ramah.
"Terima kasih pak" kata anak itu riang,segera dia menyusul teman-temanya yang lebih dulu pergi.


Pak Gareng meneruskan perjalanan. Memang dia tidak terlalu mengambil keuntungan dari penjualanya. Ia seorang pensiunan pegawai kantor pos, yang juga mendapat uang pensiun. Ia mempunyai 3 orang anak dan semuanya sudah bekerja. Mereka selalu meminta Pak Gareng untuk berhenti dan beristirahat di rumah saja. Namun ia merasa jenuh berada di rumah. Maka ia lebih memilih berkeliling dan berjualan es dawet. Baginya bertemu pembeli dan mengenal banyak orang itu lebih penting dari keuntungan yang didapat.

Saat Ia beristirahat di bawah sebuah pohon rindang di pinggir jalan, sebuah mobil sedan tiba-tiba berhenti tidak jauh dari tempatnya. Seorang anak laki-laki turun dari mobil, disusul seseorang di belakangnya yang nampaknya ayah dari anak laki-laki itu. Pak Gareng kemudian menyadari bahwa mereka berjalan menuju ke arahnya. 

"Selamat sore Pak Gareng," ujar anak laki-laki itu
"Iya sore, maaf adik siapa ya?" kata Pak Gareng heran
"Saya Dimas,dan ini ayah saya,apakah bapak ingat saya," jawab anak yang bernama Dimas itu.
"Wah maaf bapak lupa nak,maklum bapak sudah tua tidak bisa mengingat semua orang," ujar dia sambil tertawa ramah
"Bapak pernah menolong saya sewaktu kehabisan uang dan kehausan setelah pulang sekolah,di depan SD Pertiwi 1," kata Dimas menjelaskan
"Aduh, bapak benar-benar lupa,tapi bapak bersyukur bisa membantu adik saat itu," kata Pak Gareng
"Ah tidak apa bapak, oh ya perkenalkan ayah saya," ujar Dimas
Keduanya pun bersalaman, Pak Gareng berbincang sebentar.
"Begini pak, saya ingin berterima kasih karena bapak telah membantu anak saya yang kesulitan pada saat itu, mohon diterima pak sebagai tanda terima kasih saya," jelas ayah dimas sambil mengulurkan amplop  coklat.
"Ah, tidak perlu pak, saya ikhlas bisa membantu nak dimas," Pak Gareng menolak dengan halus
"Tapi kami juga bersungguh-sungguh pak, dan kami ikhlas," kata ayah Dimas bersikukuh.
"Baiklah begini saja, jujur saya tidak bisa menerima uang pemberian bapak ini. bagaimana kalau bapak membeli es dawet Ayu saya dengan uang tersebut? sekalian bapak bisa mencicipi dawet ayu saya" tawar Pak Gareng ramah.
"Baiklah saya paham maksud bapak, kalau begitu saya akan beli semua dawet bapak hari ini," kata ayah Dimas
"Wah jangan,pelanggan yang lain pasti juga ingin menikmati dawet ayu, bagaimana kalau saya bungkuskan beberapa untuk bapak di rumah?" kata Pak Gareng terkekeh ramah
"Baiklah kalau bapak menghendaki seperti itu," ujar ayah Dimas sambil tersenyum.

Kemudian dengan segera Pak Gareng membungkuskan beberapa dawet ayu untuk kedua tamunya tersebut. Ayah Dimas merasa terkesan, di jaman seperti ini masih ada orang yang tulus,ramah dan gigih seperti Pak Gareng. Dia merasa mendapat pelajaran berharga. Kemudian setelah Pak Gareng selesai, serta merta mereka berpisah. Sebelum pergi ayah Dimas memberikan kartu namanya,dia meminta Pak Gareng jika ada kesulitan untuk menghubunginya. Pak Gareng sangat bersyukur bisa mengenal mereka, siapa sangka perbuatan baiknya dulu masih diingat oleh beberapa orang. Hari masih terang,Pak Gareng kemudian melanjutkan perjalananya.

"Dawet ayu...dawet ayu,"


NOTE : Cerita ini saya ambil dari ingatan saya saat membaca salah satu cerpen di majalah Bobo pada masa kanak-kanak. Begitu membekasnya cerita ini ke pikiran saya sehingga membuat saya menuliskan kembali. Tentu tidak 100% sama, tapi paling tidak menceritakan garis besar cerita dengan sedikit perubahan dan tambalan yang saya buat.