7 Agu 2013

Lebaran Perantau

Malam ini takbir sudah berkumandang. Mungkin menyenangkan sekali jika saat seperti ini bisa berkumpul dengan keluarga. Ah, sangat kurindukan sekali. Tapi lebaran di tahun ini, aku lewati sendiri, tanpa berkumpul dengan teman lama ataupun keluarga. Sudah menjadi kebiasaan jika pada saat sebelum lebaran akan banyak sekali sms atau pesan yang berisi permintaan maaf. Aku sendiri sebenarnya juga ingin mengirimkan sms atau ucapan serupa kepada teman. Namun ya Allah, dalam hati,  di kesendirian ini aku merasa sedih. Yang bisa ku dengar hanyalah suara takbir berkumandang dan kembang api yang meletup di angkasa. Aku hanya berharap ibu dan keluargaku yang di rumah baik-baik saja. Aku yakin, sebandel-bandelnya anak perantau, tidak akan mungkin bisa menahan rasa rindu terhadap orang tua saat lebaran. Mungkin di waktu biasa mungkin saja aku bisa acuh, tapi saat lebaran? Lagi pula apa yang lebih diharapkan seorang anak muslim saat lebaran, selain bertemu dan meminta maaf secara langsung kepada ibu dan ayahnya. Meskipun aku bisa berkata bahwa aku baik-baik saja, namun di dalam relung hati aku teramat sangat merindukan ibu. Jika saja Rasulullah masih hidup, aku akan bertanya bagaimana cara menahan rasa rindu itu. Subhanallah, beliau adalah junjungan yang paling mulia. Tidak merasakan kasih sayang orang tua semenjak dini. Aku yakin Beliau mengalami perasaan yang lebih mendalam daripada yang saat ini aku alami. Tapi aku juga bersyukur aku masih bisa merasakan ramadhan dibulan ini. Dan puasa full tanpa terputus. Ya Allah berilah perlindungan kepada orang tuaku! dan kuatkanlah hambamu ini.