3 Okt 2020

Our Own Little Bubble


Sekitar satu bulan lalu di negeri Paman Sam, terjadi sebuah peristiwa menarik di komunitas seni rupa modern. Alphonso Dunn, seorang seniman ilustrasi, telah menuduh seniman lain yang bernama Jake Parker memplagiat salah satu bukunya. 

Buku karya Jake Parker yang berjudul Inktober All Year Long itu oleh Alphonso Dunn dianggap memiliki banyak kemiripan dengan buku karyanya Pen & Ink Drawing : A Simple Guide. Alphonso kemudian menggunggah video melalui kanal Youtube miliknya, menjelaskan secara detail persamaan kedua buku tersebut. Kecurigaan Alphonso dimulai ketika dia melihat video preview dari buku Jake itu, dan menguat saat Alphonso melihat preview buku itu dengan jelas di laman jual-beli Amazon.com.

Singkat cerita dunia seni rupa Amerika Serikat heboh karena kejadian ini. Penggiat seni menggempur Jake Parker dengan pertanyaan dan permintaan klarifikasi atas apa yang terjadi. Jake Parker lalu berdalih, dan menyayangkan Alphonso Dunn yang tidak mencoba menghubunginya terlebih dahulu secara pribadi, tetapi malah mengunggah video ke kanal Youtube. Di forum online seperti Reddit, para seniman baik yang profesional maupun amatir, turut menyumbangkan komentar dan pendapat.

Komunitas seni rupa disana seakan terbagi menjadi dua kubu. Satu kubu mendukung pernyataan Alphonso, dan satu kubu lain mendukung Jake dan beranggapan klaim plagiat itu tidak logis karena mungkin persamaan dalam suatu buku itu bisa saja terjadi. Dampak peristiwa itu, buku Jake yang harusnya liris pada pertengahan bulan ini, akhirnya ditunda sampai akhir bulan Oktober.

Cerita diatas adalah sebuah intermezzo dan tidak akan saya coba menulis lebih dalam tentang peristiwa itu disini. Hanya saja yang menarik, peristiwa 'besar' itu hanya terdengar di komunitas itu sendiri. Tidak sampai menjadi viral dan dibicarakan dimana-mana. Walaupun nama Alphonso Dunn dan Jake Parker itu besar di dunia seni ilustrasi Amerika (masing-masing mereka mempunyai fanbase sendiri), tapi nama mereka nyatanya tidak cukup besar untuk menimbulkan riak atau bahkan gelombang ke komunitas lain. Andaikan peristiwa ini terjadi ke seniman besar, misalnya saja Ariana Grande memplagiat Lady Gaga, akan lain cerita karena mungkin akan diviralkan oleh media. Peristiwa itu semakin menguatkan bahwa tiap orang sebenarnya punya dunia dan semesta kecil tersendiri yang mungkin tidak terjamah oleh kebanyakan orang pada umumnya.

Seringkali kita tanpa sadar menciptakan dunia kecil melalui ketertarikan pribadi kita. Dari awal ketertarikan itu, ego kita menguatkan untuk mencari komunitas (atau paling tidak sekelompok orang), yang mempunyai ketertarikan yang sama. Mungkin dari sanalah awal dari dunia kecil kita tercipta. Jenisnya juga bermacam-macam mulai dari musik, otomotif, literatur, teknologi, game, politik, dll dst dsb. Faktor lain seperti usia, lingkungan dan pekerjaan juga turut menciptakan dunia kecil itu sendiri. Dan sedikit demi sedikit, dunia-dunia kecil itu semakin membesar dan tersambung dengan mudah di era modern yang serba online seperti sekarang.

Seorang dokter mungkin akan tahu peristiwa sedang terjadi di dunia kedokteran saat ini tanpa orang umum ketahui. Fans Apple akan lebih tahu tentang berita tentang produk Apple, dibandingkan dengan pengguna smartphone lain. Atau paling sederhana seorang murid sekolah akan lebih tahu peristiwa yang terjadi di sekolah mereka, tanpa diketahui oleh orang tua murid.

Sebenarnya hal-hal mengenai dunia kecil diatas wajar saja. Yang tidak wajar itu, beberapa orang menganggap dunia mereka lebih penting diketahui, lalu beranggapan yang tidak mengetahui dibilang ketinggalan. "Eh, kamu tahu ini nggak? Masa sih nggak tahu, emang kamu gak online apa? Ini kan lagi viral."

Bagi yang kuat mungkin akan berujar "Lah bodo amat mau viral apa enggak, buat gue mah gak penting.". Dan bagi yang setengah kuat mungkin akan sedikit penasaran, mencari tahu, dan berujung ke sekedar tahu dan bilang "Oh, gitu.". Yang lebih kasihan, bagi yang tidak kuat akan memaksakan diri ikut-ikutan agar dianggap tidak ketinggalan oleh obrolan temannya. Mungkin ini juga yang mendasari orang menjadi FOMO (Fear of missing out) atau cemas akan ketinggalan sesuatu.

Orang yang tadinya biasa aja tapi karena sering di-bully oleh pertanyaan diatas, malah bisa berujung jadi FOMO. Sering ngecek medsos, merajinkan diri ikut nimbrung dalam obrolan grup Whatsapp, update status dan stories mengenai apa yang sedang viral meskipun gak berhubungan dengan dirinya. Semua itu dilakukan agar dianggap tidak kudet. Ujung-ujungnya malah jadi stress sendiri, apalagi kalau hal tersebut memang dari awal didasari ketertarikan akan dunia tersebut.

Padahal kita nggak harus perlu tahu tentang situasi dunia politik setiap hari. Kita nggak perlu tahu kegiatan dunia entertainment minggu ini. Dan kita nggak perlu harus tahu lagu atau jenis musik apa yang yang sedang viral saat ini. Jangan takut atau malu dianggap ketinggalan akan sesuatu yang sebenarnya bukan bagian dari hidup dan ketertarikan kita, karena memang semestinya kita tidak perlu mengetahui segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini. Up to date tentang informasi itu perlu, tapi menyaring informasi itu lebih penting perlu lagi. Apalagi di era sekarang dimana arus informasi mengalir deras dari berbagai penjuru. Kalau tidak bisa membendung arus, mungkin akan terbawa dan tenggelam. Bisa jadi kita akan menyelami dunia 'kecil' milik orang lain, dan tanpa sadar meninggalkan 'dunia' kecil milik kita sendiri.

Buat yang masih belum bisa memahami bahwa orang punya dunia sendiri-sendiri dan masih bertanya pertanyaan toxic seperti "Lah, lu gak tahu? Kok bisa gak tahu?", mungkin dia perlu makan odading Mang Oleh agar bisa menjadi Ironmen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar